Seikat #3. Kain Kafan Turin

Seikat 3

KAIN KAFAN TURIN = KAIN KAFAN TUHAN YESUS?

Foto perbandingan Kain Kafan Turin asli dengan tampilan foto negatif.

 

APA ITU KAIN KAFAN TURIN?

Kain Kafan dari Torino (Sindone di Torino atau Sacra Sindone) adalah sepotong kain yang memiliki gambaran seorang pria yang tampak telah disiksa secara fisik yang konsisten dengan siksaan penyaliban. Kain kafan Turin dipercayai sebagai kain kafan yang  dipakai oleh  para  murid Yesus  untuk  membungkus jenazah-Nya waktu dimakamkan, seperti dikisahkan oleh semua penginjil. “Mereka mengambil mayat Yesus, lalu mengafaninya dengan kain lenan dan membubuhinya dengan rempah-rempah menurut adat orang Yahudi bila menguburkan mayat.” (Yoh 19:40). Kain ini disimpan di kapel kerajaan di Katedral Santo Yohanes Pembaptis di kota Torino, Italia. Gambaran pada kain kafan tersebut jauh lebih jelas dalam hitam-putih (foto negatif) dibandingkan dalam warna kecoklatan aslinya. Gambar negatif yang menyolok ini pertama kali dilihat pada malam hari tanggal 28 Mei 1898 di piringan fotografi terbalik milik fotografer amatir Secondo Pia yang diperbolehkan mengambil foto kain tersebut setika sedang dipamerkan di Katedral Turin. Menurut Secondo Pia, ia hampir menjatuhkan dan memecahkan piringan fotografi tersebut akibat keterkejutannya melihat gambaran seseorang di kain tersebut.

BAGAIMANA SAMPAI DI TURIN?

Bagaimana sejarahnya maka Kain kafan itu  sekarang disimpan di kota Turin di Italia Utara? Pada waktu Yesus bangkit dari antara orang mati, kain  kafan ditinggal  di  dalam  makam. Yohanes memberi kesaksian dalam Injilnya: “Ia (Yohanes) menjenguk ke  dalam  dan  dilihatnya kain  kafan  terletak di situ.” Sesudah itu tidak disinggung tentang kain kafan. Dapat dipastikan, para  rasul  dan  para murid  membawa  kain  kafan  suci ke Yerusalem dan menyimpan serta menghormatinya di sana. Tetapi sebelum tahun 348 (jadi selama  tiga  abad lebih) tidak adalah berita-berita tentang Kain kafan itu. Dapat kita maklumi keadaan ini, sebab selama waktu   itu   orang-orang  kristiani  sedang  dikejar-kejar, dianiaya,  dan   bila   tertangkap,   dibunuh.   Orang-orang kristiani   bersembunyi,  menjalankan  ibadat-ibadat  secara sembunyi-sembunyi, dan menyembunyikan semua barang dan orang yang bersangkut paut dengan iman mereka, termasuk kain kafan Yesus.
Baru sesudah Konstantinus naik takhta  sebagai  Kaisar  Roma dan  bertobat menjadi kristiani, (313), maka agama kristiani dapat berkembang  dengan  bebas  dan  orang-orang  kristiani dapat  menjalankan ibadat-ibadat mereka dengan leluasa. Pada tahun  348  St.  Sirilus,   uskup   Yerusalem,   membuktikan kebangkitan  Yesus  dengan  menunjukkan  kepada umatnya Kain kafan Yesus. Pada tahun  670  uskup  Arkulfus  dari  Britani
Perancis  menulis  dalam buku hariannya tentang ziarahnya ke Yerusalem;  ia  mencatat  bahwa  ia  melihat,  mencium  dan mengukur panjang kain kafan itu.
Pada  tahun  1005  Yerusalem  diserang  dan  diduduki   oleh orang-orang  Turki  (Islam). Orang-orang kristiani melarikan diri ke Konstantinopel (Istambul sekarang); harta Gereja dan barang-barang  suci  yang sangat berharga mereka bawa serta, termasuk Kain kafan Yesus. Pada tahun 1147  raja  Louis  VII dari  Perancis datang ke Konstantinopel dan menghormati kain kafan.
Konstantinopel pun tidak luput dari  serbuan orang-orang Turki.  Berkali-kali  Konstantinopel  menjadi rebutan antara raja-raja kristiani dan raja-raja Islam. Relikui-relikui suci ada yang hilang. Tetapi Kain kafan masih tetap aman dan utuh. Para  peziarah  tetap  berdatangan ke  Konstantinopel untuk  menghormati  kain  kafan Yesus. Dalam salah satu buku harian para peziarah itu disebutkan bahwa tiap-tiap hari Jumat, kain kafan itu diperlihatkan kepada khalayak umum yang ingin menghormatinya. Tetapi Konstantinopel terus-menerus saja menjadi bulan-bulanan serangan orang-orang Turki. Keamanannya kurang terjamin. Maka selama perang-perang Salib berikutnya,  diamankanlah barang-barang suci dari Konstantinopel.
Pada tahun 1353 kain  kafan  diketahui  berada  di  keluarga Geoffrey  de Charny dari Perancis, di kota Lirey. Pada tahun 1357 keluarga  bangsawan  yang  miskin  di  daerah  Perancis Tengah itu memamerkan kain itu dalam gereja setempat mereka. Keluarga yang berharap menarik perhatian para  peziarah  dan sumbangan mereka mengatakan bahwa kain itu adalah kain kafan yang dipakai pada pemakaman Yesus Kristus. Uskup  setempat  segera  memerintahkan  supaya  pameran  itu ditutup.  Pada  waktu itu barang peninggalan merupakan usaha dagang yang menguntungkan, dan pemalsuan pun  sudah  menjadi hal  yang  biasa. Sangat tidak mungkin bahwa sebuah keluarga yang tidak dikenal memiliki kain kafan asli dari Yesus.[1] Majalah Mingguan Hidup, No.1O Th. XXXIV 7 Maret 1982, “Inikah Wajah Yesus Kristus?”, hlm. 6.
Pada tahun 1452 Kain kafan itu dipertukarkan  dengan  sebuah puri  dan  tanah  yang  mengelilinginya. Pemiliknya sekarang adalah Pangeran Louis Savoie. Kain kafan dipindah dari Lirey ke  Chambery.  Dan  di tempat ini dibangun sebuah kapel yang indah untuk Kain kafan itu. Kain kafan disimpan dalam sebuah peti  perak, dilipat rapi. Pada tahun 1532 terjadi kebakaran di  sakristi  kapel  itu.  Sebagian  tutup  peti  perak  itu terbakar.   Lelehan   perak   menjatuhi   kain   kafan   dan menghanguskan   lipatan-lipatannya.    Pada    tahun    1534, suster-suster  Klaris dari Chambery diberi tugas memperbaiki Kain kafan itu.
Pada  tahun  1578  Emmanuele  Filibert  II,   Raja   Savoie, memindahkan   Kain   kafan   ke  Turin,  untuk  memperpendek perjalanan Karolus Borromeus, Uskup Agung Milan, yang  ingin menghormati  Kain  kafan  karena  Milan telah dijauhkan dari suatu bencana. Di Turin kain  kafan  mula-mula  disimpan  di gereja  St.  Laurensius,  di  dalam kapel Bunda Berdukacita. Pada  tahun  1649  kain  kafan  dipindahkan  ke  kapel  yang dirancang   dan  dibangun  oleh  Guarino  Guarini  di  dekat Katedral Turin.
Dalam Perang Dunia II Kain kafan sempat  diamankan  ke  kota Napels.  Tetapi pada tahun 1946 Kain kafan dibawa kembali ke Turin dan disimpan di sana hingga sekarang.  Secara  yuridis kain  kafan  tetap  menjadi milik keluarga Savoie. Namun ada tiga  instansi  yang  memegang  kuncinya,  yaitu keturunan keluarga  Savoie  sendiri, Uskup Agung Turin, dan Pemerintah di Turin.

PENELITIAN KAIN KAFAN

Pertanyaan-pertanyaan yang timbul tentang kain kafan Turin menciptakan ilmu pengetahuan baru, yang disebut sindonologi. (Sandon,  bhs.  Latin,  berarti: kain kafan). Pertanyaan-pertanyaan itu mengenai:

  1. Keaslian (autentisitas) kain kafan: Apakah kain kafan  Turin itu benar-benar kain lenan yang dibeli oleh Yusuf Arimatea untuk membungkus (mengafani) tubuh Yesus?
  2. Keaslian (kesungguhan) gambar pada kain kafan: Apakah gambar yang tertera pada kain kafan itu sungguh-sungguh bekas darah yang mengalir dari luka-luka? Mungkinkah itu hanya hasil lukisan seorang seniman,  suatu tiruan dari abad 14 atau sebelumnya?
  3. Bagaimana gambar itu sampai tertera pada Kain kafan?  Bagaimana darah-darah yang meliputi tubuh penuh  luka itu membekas (mengecap) pada Kain kafan, sehingga timbullah perwujudan manusia kain kafan itu?

 

Penelitian kain kafan bermula  dengan  pembuatan  foto  kain kafan itu pada tahun 1898 oleh Secondo Pia. Sambil mengikuti pameran umum yang jarang  dibuat  untuk  Kain  kafan  Turin,
Secondo  Pia,  seorang  fotografer  Italia,  diijinkan untuk mengambil foto  dari  peninggalan  itu.  Ketika  memperbesar negatifnya, Secondo terkejut karena menemukan gambar positif dari wajah pada Kain kafan  itu,  sebuah  gambar  yang  jauh lebih jelas bagaikan hidup daripada kalau Kain kafan dilihat dengan mata telanjang. Ini  adalah  penemuan  pertama  bahwa gambar  pada Kain kafan itu menyerupai negatif fotografis — semacam gambar yang tidak dapat dipahami oleh  pemalsu  abad pertengahan.
Pada tahun 1900 seorang seniman Perancis dan  ahli  biologi, Paul  Vignon,  berusaha  menemukan  bagaimana terjadi gambar pada kain kafan Turin itu. Ia menetapkan bahwa itu  bukanlah lukisan  atau celupan dan menyatakan bahwa bagaimanapun juga gambar itu diproyeksikan ke dalam  Kain  kafan  oleh  sebuah tubuh manusia.[2]  Hidup, 7 Maret 1982, hlm. 12
Pada tahun 1931 seseorang bernama Joseph Enrie membuat  foto lagi  atas  Kain  kafan  dengan  hasil  yang lebih jelas dan lengkap. Pada tahun 1969  Uskup  Agung  Turin,  Kardinal  Pellegrino, membentuk  suatu  komisi  penelitian untuk mempelajari lebih mendalam lagi tentang Kain kafan. Seseorang bernama Giovanni Battista  Judica-Cordiglia  membuat  foto  baru  Kain  kafan dengan teknik-teknik fotografi yang lebih maju.
Pada  tahun 1973  tanggal  22 dan 23 November, Kain kafan dipertunjukkan di layar televisi untuk pertama  kalinya.  Monsignor  Giulio Ricci  membuat  foto-foto  dari  Kain kafan untuk meneruskan penyelidikan-penyelidikannya. Dan komisi baru dibentuk  pula untuk penelitian-penelitian lebih lanjut.
Monsignor Giulio Ricci mengabdikan  diri  kepada  penelitian Kain  kafan itu sejak tahun 1950. Ia mempelajari bekas-bekas pada Kain kafan  satu  demi  satu,  menganalisis  sifat  dan morfologinya   (bentuk  dan  susunannya),  dan  menyelidiki arah-arah  aliran  darah,   sudut-sudut,   keteraturan   dan ketidakteraturannya. Ia mendasarkan penelitian-penelitiannya atas semua  ilmu  pengetahuan  modern  dengan  dibantu  oleh ilmuwan-ilmuwan  dari Italia dan negara-negara lainnya. Pada tahun 1976 ia terpilih menjadi  presiden  Centro  Romano  di Sindonologia  (Pusat  Sindonologi  Roma).  Ia  juga  menjadi anggota Pusat Internasional Sindonologi di Turin. Dewasa ini ia  dipandang  sebagai  seorang  ahli terkemuka tentang Kain kafan.
Selain ilmuwan-ilmuwan Italia, para ilmuwan dari negara lain pun  menaruh  perhatian  yang  besar. Kain kafan Turin telah menjadi salah  satu  obyek  penelitian  ilmiah  yang  sangat intensif  yang  pernah  dilakukan  di  antara  sekian banyak peninggalan  sejarah  lainnya.  Pada  tahun  1978  terbentuk kelompok  ilmuwan  dari  Amerika Serikat yang disebut Proyek Penelitian Kain Kafan Turin. Dua orang yang  terlibat  dalam Proyek  ini  ialah  Kenneth  Stevenson, seorang insinyur dan bekas perwira angkatan udara,  dan  Gary  Habermas,  seorang profesor  sejarah  dan  filsafat. Mereka menjelajahi seluruh Italia   dengan   susunan   terbaik   dari   alat   uji-coba non-destruktif  yang  mungkin  dapat  mereka  adakan. Mereka mengadakan segalanya dari  sinar  merah  infra  sampai  pada x-ray. Mereka mempergunakan spektroskopi, cermin sinar merah infra,  sinar  ultraviolet,  x-ray  standar,   sinar   x-ray pokoknya  apa  saja  yang  dapat  dipikirkan  dipakai  untuk menenun kapas; bekas-bekas kapas terdapat  pada  serat-serat lenan  yang  diselidikinya.  Dan diketahui bahwa kapas sudah terdapat di Timur Tengah sejak abad  7  sebelum  Masehi  dan tidak  ditanam  di Eropa. Jadi penemuan-penemuan kedua orang ilmuwan itu membuktikan bahwa kain kafan  Turin  ditenun  di Timur  Tengah dan sudah diproduksi 2000 tahun yang lalu, dan bahwa Kain kafan Turin itu pernah berada  di  Palestina,  di Turki dan di kawasan Laut Tengah.
Yang tidak dapat  diragu-ragukan  lagi  tentang  Kain  kafan Turin  ialah  bahwa  Kain  kafan  itu  dahulu  dipakai untuk membungkus Seorang Manusia; bahwa Manusia itu membekas  pada kain  kafan  itu;  dan bahwa bekas-bekas pada Kain kafan itu bekas-bekas darah yang mengalir dari luka-luka Manusia  itu. Sifat  luka-luka  Manusia  itu  juga sudah diselidiki secara anatomis  dan  patologis  dan   menambah   kepastian   bahwa bekas-bekas  itu  sungguh-sungguh  bekas-bekas  darah, bukan tiruan  atau  buatan   tangan   manusia/seniman   abad   14. Seandainya   bekas-bekas  itu  tiruan  atau  buatan  belaka, bagaimana mungkin bekas-bekas  itu  dapat  dilukis  demikian cermatnya  sampai  hal  yang  sekecil-kecilnya  dan tak satu kejanggalan pun yang  dapat  dikenali  oleh  ilmuwan-ilmuwan kedokteran  dewasa  ini.  Mungkinkah  seniman  abad  14 akan mempunyai  ilmu  pengetahuan  kedokteran  abad  20?   Karena pertimbangan  itu  semua maka para ahli anatomi dan patologi berkesimpulan bahwa gambar yang  membekas  pada  kain  kafan Turin itu bukanlah tiruan atau buah karya seniman abad 14.

PERDEBATAN TENTANG KEASLIAN KAIN KAFAN TUHAN YESUS

> Ya, benar! Itu kain kafan Tuhan Yesus!
Apakah Manusia yang terbungkus kain kafan Turin  benar-benar Yesus  sendiri?  Hal  ini  kiranya juga tidak diragu-ragukan lagi. Penelitian terhadap bekas-bekas darah  yang  ada  pada kain  kafan Turin mengungkapkan bahwa Manusia kain kafan itu telah  mengalami   lima   tahap   penderitaan:   penderaan, pemahkotaan  duri,  pemanggulan  salib,  penyaliban  di atas bukit Kalfari, dan penusukan  lambung  dengan  tombak.  Dari historiografi  (penulisan  sejarah)  tak  dapat  diketemukan orang lain yang telah  menjalani  kelima  tahap  penderitaan itu, kecuali orang yang disebut “Yesus Kristus” dalam kisah sengsara menurut Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
Gary Habermas menguatkan hal ini. Ia berkata, “Sejarah  dan arkeologi   memberikan  kerangka  umum  tentang  apakah  itu penyaliban. Dan kita tahu dari cerita Injil tentang sejumlah hal yang telah diperbuat terhadap Yesus yang bukan merupakan prosedur  biasa  dalam  penyaliban.  Hal-hal   itu   seperti misalnya:  bahwa  Ia  dimahkotai  duri, bahwa kaki-Nya tidak dipatahkan, bahwa Ia ditikam di lambung setelah Ia meninggal dan  keluarlah  darah dan air. Juga tidak lazim bagi seorang penjahat yang tersalib mendapatkan penguburan pribadi dengan pakaian lenan yang mahal.
Para ahli kedokteran yang telah meneliti kain kafan  berkata bahwa  hal  ini  dengan  tepat  menunjukkan  hal-hal sebagai berikut: seorang yang dimahkotai dengan duri,  yang  kakinya tidak  dipatahkan,  yang  ditikam  di lambung dengan senjata ukuran seorang serdadu Roma, dengan darah dan  air  tercurah dari  lukanya  setelah  kematian.  Dan  ia  juga  dikuburkan tersendiri dalam  pakaian  lenan  yang  mahal.  Bukan  hanya semuanya  ini  menunjukkan kesamaan tetapi juga tidak adanya titik  perbedaan.  Jika  mereka  adalah   orang-orang   yang berlainan,  anda dapat berharap menemukan sekurang-kurangnya satu detail yang tidak cocok. Tetapi sekali lagi, tidak  ada titik perbedaan.
Selain  itu,  Proyek  Penelitian  Kain  Kafan  Turin  juga mengungkapkan   bahwa   sekurang-kurangnya   terdapat  empat petunjuk pada Kain  kafan  tentang  kebangkitan  orang  yang terbungkus  di  dalamnya. Pertama, tidak terdapat pembusukan pada pakaian. Mayat yang terbungkus di dalamnya selama lebih dari  empat  hari  pastilah  akan  membusuk dengan hebatnya. Tetapi kita tidak menemukan suatu tanda tentang hal itu pada Kain  kafan. Jadi orang yang mati di dalamnya telah bangkit, atau  sebelum  hari  yang  keempat  telah  dipindahkan  dari dalamnya. Seandainya  mayat  dipindahkan  dari  dalam  bungkusnya, bagaimana  kita  akan  menerangkan  gambar  yang terjadi  pada  kain pembungkus itu? Pada Kain kafan itu kita menyaksikan bekas lumuran darah yang pekat dan utuh;  bekuan darah  tidak  retak  atau  rusak.  Anda  dapat  membayangkan pembalut  pada  luka:  ketika  anda  membuka,  pembalut  itu sedikit  melekat  pada  luka.  Kain kafan dihubungkan secara longgar dengan mayat oleh darah  yang  mengering.  Jika  ada orang  melepaskannya, ia akan menghancurkan bekuan darah dan meretakkan ujung bekas lumuran darah yang kering. Para  ahli kedokteran  yang telah mempelajari Kain kafan mengatakan itu tidak terjadi.
Jadi pertama, mayat tidak berada cukup lama dalam Kain kafan untuk  membusuk,  dan  kedua,  bekas lumuran darah yang utuh mengatakan kepada kita bahwa mayat itu  (tetap)  terbungkus; mayat tidak pernah dipindahkan dari bungkusnya .
Petunjuk  ketiga  tentang kebangkitan ialah bahwa gambar itu memiliki  ciri-ciri  barang  hangus.  Maka  petunjuk  ketiga berdasarkan  pada  teori  bahwa gambar disebabkan oleh suatu penghangusan. Mayat  telah  meninggalkan  Kain  kafan  tanpa terbungkus  dan  pakaian  yang  hangus dengan gambar tentang dirinya  sendiri.  Hal  ini  memberikan  penjelasan   adanya semacam  kekuatan  enersi  yang  mungkin  menghanguskan Kain kafan itu kekuatan enersi yang bersinar cemerlang yang telah menjadikan  orang  mati dalam bungkus Kain kafan itu bangkit dan hidup kembali dalam kemuliaan ilahi.
Petunjuk keempat adalah  sebuah  bukti  sejarah.  Jika  kain kafan  menguatkan  cerita Injil tentang kematian Yesus, maka kain kafan cenderung menguatkan  apa  yang  dikatakan  Injil tentang kebangkitan Yesus.
Jadi  gambar pada kain kafan hanya dapat terjadi, bila orang yang terbungkus di dalamnya bangkit dari mati  penuh  cahaya cemerlang.[3] Hidup, 7 Maret 1982, hlm. 9-10.
Tentang bagaimana terjadinya gambar pada kain kafan itu, penyelidikan demi penyelidikan sedang berlangsung. Ahli-ahli kimia,  biokimia,  pembesaran  gambar  dan  analisis  dengan komputer,  fisika  nuklir,  fotografi bintang, spektroskopi, termo-kimia, mikroanalisis dan selidik-mikro ion,  penentuan tanggal  dengan  karbon semuanya mencurahkan perhatian untuk membuka rahasia tentang terjadinya gambar  pada  Kain  kafan itu.  Yang  mereka  ungkapkan  antara  lain bahwa gambar itu terjadi   melalui   proses   pancaran   cahaya   termonuklir (fotolisis dalam kilatan cahaya sekejap), atau ledakan sinar yang sangat terang dalam sekilas; bahwa gambar  itu  terjadi sebagai  akibat  campuran  wangi-wangian  ratus  dan blendok dalam iklim yang lembab; bahwa gambar  itu  tercipta  berkat proses fibrinolisis (pelunakan darah yang beku karena adanya fibrinolisin dalam darah atau karena ulah  bakteri-bakteri); bahwa gambar itu terjadi sebagai akibat dari pelbagai reaksi biokimia.

KAIN KAFAN TORINO BERASAL DARI ABAD KE-14?

Atas perintah dari Paus Johannes Paulus II kain  kafan  yang disimpan  di  kota  Torino di Italia Utara diselidiki secara ilmiah dengan test-Carbon-14.Test-Carbon-14 itu adalah cara yang  baik  untuk  menentukan umur  dari  barang purbakala. Metode itu sudah lama dikenal, tetapi baru sekarang ini dapat dilakukan dengan contoh kain
yang kecil (kurang dari satu centimeter persegi). Test  dilakukan oleh tiga Universitas (satu di Amerika, satu di Inggris dan satu di Swis). Penyelidikan dikoordinasi oleh Direktur dari British Museum, Dr. Tite.
Pada  bulan  Oktober  1988 diumumkan hasilnya: Kain kafan di Torino berasal dari abad 14, Dengan demikian sudah  terbukti bahwa kain kafan Torino bukan kain kafan Yesus, yang disebut dalam Injil Yohanes.

PENIPUAN OLEH BRITISH MUSEUM?

Akan tetapi Dr. Bruno Bonnet-Eymard  dalam  majalah  bulanan Perancis  ‘La  Contre-reforme  catholique’  menuduh Dr. Tite melakukan penipuan. Pada waktu potongan dari kain kafan akan dikirim  ke  Universitas yang akan menyelidiki kain itu, Dr. Tite menukar potongan kain kafan dengan potongan  kain  lain yang  diambil dari Korkap Santo Louis, Uskup dari Anjou pada abad ke-14.
Sekarang sudah ada banyak petisi kepada Santo Bapa di Roma, supaya test-Carbon-14 diulang dengan penjagaan lebih ketat, supaya jangan ada penipuan lagi. Pada bulan Mei 1989 akan diadakan simposium di kota Bologna, Italia, sebagai persiapan Kongres Internasional kelima, yang akan diadakan di Cagliari, Italia  pada  bulan  April  1990. Harapan  besar  mereka akan mohon izin dari Santo Bapa untuk mengulang test-Carbon-14.

PENYELIDIKAN BARU: KAIN KAFAN DIBUAT DALAM ABAD KEDUA SEBELUM MASEHI!

Pada tahun 1973 Prof. Gilbert Raes dari Universitas Gent  di Belgium  telah  membuat  penyelidikan-tekstil  sepotong dari kain kafan. Prof. Raes membuktikan bahwa  benang  dari  kain kafan dipintal dengan tangan. Pada akhir abad ke-11 di Eropa Barat sudah memakai  roda  pemintal,  sehingga  penyelidikan dari  British Museum tidak cocok. Prof. Raes masih menyimpan sepotong dari  kain  kafan  itu.  Potongan  itu  dikirim  ke Universitas di California (Amerika Serikat) untuk diselidiki dengan test-Carbon-14. Hasilnya bahwa kain kafan itu  dibuat lebih  kurang  200  tahun  sebelum  Yesus  lahir. Yosef dari Arimatea yang sudah mempunyai kuburan dekat Kalvari, mungkin juga sudah mempunyai kain kafan yang mahal dan tua.

HASIL PENYELIDIKAN TEAM AMERIKA PADA TAHUN 1976

Pada tahun 1976 team dari Amerika  menyelidiki  kain  kafan. Hasil  penyelidikan  mereka dipelajari di Amerika oleh lebih dari 400 orang ahli sains. Mereka semua  berpendapat,  bahwa kain kafan bukan penipuan. Gambar  pada kain kafan sungguh cetakan dari jenasah seorang yang  disiksa  seperti  diceriterakan  dalam  Injil,   bukan
lukisan. Tidak ketemu zat warna atau bahan kimia lain, yang diperlukan untuk melukis. Diperiksa dengan microscope tidak ketemu kesalahan anatomis. Padahal ilmu anatomi yang tepat baru berumur 150 tahun.
Gambar  adalah  negatif,  sedangkan  fotografi  baru dikenal dalam abad ke-19. Gambar mempunyai sifat tiga dimensi. Komputer dan alat  foto untuk  menyelidiki  tiga dimensi adalah alat mutakhir (tahun 70-an) yang dipakai oleh NASA  untuk  menyelidiki  permukaan bulan.
Luka pada tangan Yesus ketemu pada pergelangan tangan, bukan di tengah-tengah tangan  seperti  lukisan lukisan  dari  abad pertengahan. Luka  pada lambung Yesus ketemu di sebelah kanan bawah, bukan kiri atas seperti patung salib biasa.

> Tidak! Itu bukan kain kafan Tuhan Yesus!

Profesor Hans Synal

Meski demikian, sejumlah ilmuwan tetap meragukan keaslian kain kafan itu. Profesor Gordon Cook dari Pusat Riset Alam Universitas Skotlandia dengan tegas mengesampingkan teori bahwa kain itu telah banyak “terkontaminasi” tangan manusia mengganggu hasil penelitian karbon. “Metode pra perawatan yang kami lakukan seharusnya mampu menyingkirkan kontaminasi itu,” kata Prof Cook yang dikenal sebagai pakar penanggalan karbon. “Perhitungan karbon kami lakukan di tiga laboratorium berbeda sehingga kami yakin kami telah melakukan perhitungan yang benar,” tambah dia.
Satu-satunya pertanyaan saat itu, lanjut Cook, adalah apakah kain kafan itu sudah tercampur dengan kain yang usianya jauh lebih mudah atau tidak. Sebagian besar ilmuwan yang melakukan penelitian tahun 1988 sudah pensiun atau meninggal dunia. Salah satu peneliti Dr Hans Arno Synal mengingat saat-saat penelitian saat itu dengan baik. Hans Synal yang kini adalah kepala Laboratorium Fisika Ion Universitas Zurich sangat yakin penelitian tahun 1988 sudah memecahkan misteri. “Kami sudah melakukan prosedur yang benar dan ketat. Jika ada kontaminasi manusia maka kami akan melihat perbedaan suhu saat kami melakukan pembersihan. Namun, tak ada perbedaan itu,” kata Synal.
Soal kain yang digunakan untuk memperbaiki kain kafan, Synal yakin para ahli tekstil saat itu sudah memisahkan semua material yang akan mengganggu penelitian. Pendeknya, Synal yakin kain kafan Turin adalah kain buatan abad ke-14 bukan kain kafan yang membungkus jenazah Yesus. Meski demikian dia menilai kain itu tetaplah sebuah artefak sejarah yang menarik. “Kain itu sangat menarik, tidak masalah apakah usianya 2.000 atau 700 tahun. Jadi saya tidak akan menilai apa-apa bagi mereka yang tertarik melihat pameran kain itu. Mungkin saya juga akan pergi melihat. Mengapa tidak? Kain itu sebuah obyek sejarah,” tandas Synal.
Soal mengapa sebagian besar orang tidak mau mengakui hasil penelitian itu, Synal memiliki pandangan sendiri. “Sangat jelas bahwa kain itu bukan berasal dari masa Yesus hidup dan perdebatan soal kain kafan kemungkinan tak akan pernah berakhir. Selalu ada kelompok orang yang percaya bahwa kain itu memang kain kafan Yesus,” kata Synal. Menariknya, kata Synal, yang sangat mempercayai keaslian kain ini justru bukan Gereja Katolik. “Mungkin sebagian orang ingin melihat bukti keberadaan Tuhan. Namun, saya tak yakin kain ini adalah buktinya.”

Luigi Garlaschelli

Seorang ilmuwan Italia mengatakan dia telah mereproduksi Kain Kafan dari Turin. Menurutnya telah terbukti dengan pasti bahwa kain linen yang diyakini sebagai kain pembungkus penguburan Yesus Kristus pada abad pertengahan adalah palsu. Kain kafan, berukuran 4,36 meter dan lebar sekitar satu meter lebih itu tersamar gambar wajah laki-laki berjanggut seperti gambar dalam negatif film. Layaknya orang disalib yang dipercaya beberpa orang adalah Kristus. “Kami telah menunjukkan reproduksi kain yang memiliki karakteristik sama seperti Kain Kafan itu,” kata Luigi Garlaschelli, profesor kimia organik di Universitas Pavia, yang menggambarkan hasilnya di sebuah konferensi akhir pekan ini, di Italia utara.
Kain Kafan dari Turin itu menunjukkan bagian belakang dan depan seorang pria berjanggut dengan rambut panjang, tangannya terlipat di dadanya. Sementara seluruh kain ditandai seperti anak sungai darah dari luka-luka di pergelangan tangan, kaki dan bagian samping. Tes Karbon untuk mengetahui umur kain oleh laboratorium di Oxford, Zurich dan Tucson, Arizona pada tahun 1988 menimbulkan sensasi dengan menyebutkan kain itu dibuat antara 1260 dan 1390. Sedangkan orang yang skeptis mengatakan itu adalah bohong, mungkin dibuat untuk menarik bisnis menguntungkan ziarah abad pertengahan.
Garlaschelli mereproduksi kain kafan dalam ukuran penuh menggunakan bahan-bahan dan teknik yang tersedia di abad pertengahan. Mereka meletakkan lembar kain rata di atas seorang relawan dan kemudian menggosoknya dengan pigmen jejak-jejak yang mengandung asam dan sebuah topeng digunakan untuk wajah.  Dia percaya, pigmen pada Kain Kafan asli memudar secara alami selama berabad-abad. Mereka kemudian menambahkan noda darah, membakar lubang, noda hangus dan air untuk mencapai efek akhir. Garlaschelli mengharapkan orang untuk menguji temuannya. “Kalau mereka tidak mau percaya tes karbon dilakukan oleh beberapa laboratorium terbaik di dunia pasti mereka tidak akan percaya padaku,” katanya.
Proyek Garlaschelli didanai oleh Asosiasi Ateis dan Agnostik Italia. Meski dia terang-terangan mengaku tidak berpengaruh pada hasil. “Uang tidak punya bau,” katanya. “Ini dilakukan secara ilmiah. Jika Gereja ingin mendanai saya di masa depan, saya masih ada di sini.”

LALU, BAGAIMANA GEREJA/KITA BERSIKAP?

  1. Gereja Katolik tidak pernah mengklaim bahwa Kain Kafan adalah otentik atau bahwa ini adalah masalah iman, tetapi dengan melihat kain kafan itu, haruslah menjadi pengingat kuat gairah kita semua akan Yesus Kristus yang menebus kita dengan salib dan wafat-Nya.
  2. Kalaupun kain kafan itu terbukti bukan kain kafan Yesus, iman kita tidak akan luntur/goyah sebab bukan kain kafan itu yang menjadi bukti iman kita tetapi Kitab Suci, ajaran para Rasul (Tradisi Suci) dan Magisterium yang menjadi pedoman iman kita bahwa Yesus Kristus sungguh mengalami sengsara, wafat dan bangkit mulia.
  3. Kain kafan Turin tetaplah istimewa dan membantu kita akan kebenaran Kitab Suci tentang Yesus Kristus.

Similar Posts