|

“Orang Katolik Takut Politik?”

Disampaikan oleh RD. Raymundus Sugihartanto.[1]

Ketua PK4AS

Pengantar:

Umat Katolik adalah bagian dari masyarakat Indonesia, karena itu kegembiraan dan keprihatinan masyarakat menjadi kegembiraan dan keprihatinan umat Katolik juga. Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945 dipandang dalam terang iman merupakan campur tangan Allah yang membebaskan umatNya dari penindasan. Umat katolik Indonesia layak untuk mensyukurinya. Campur tangan Allah itu menjadi  daya kekuatan agar seluruh bangsa diantar menuju kemerdekaan manusia yang lebih utuh dan lengkap. Merdeka dari kekuasaan dosa dan dengan demikian menjadi anak-anak Allah yang benar-benar merdeka. Untuk sampai pada sasaran yang tepat membutuhkan refleksi berkelanjutan terhadap proses tersebut dalam terang firman Allah. Dalam terang firman Allah itulah, Gereja mengemban tugas profetis, tugas kenabian agar menegaskan kehendak Allah menilai jaman dan memaknai peristiwa-peristiwa dengan rumusan-rumusan yang selalu dibaharui sesuai dengan orang-orang di jamannya. Itulah yang terumus dalam Ajaran Sosial Gereja yang dapat disebut juga aplaid evangelium (Injil Terapan) agar supaya pemaknaan terhadap peristiwa-peristiwa tersebut, menjadi gerakan umat yang berkelanjutan. Maka bulan Agustus dijadikan Bulan Ajaran Sosial Gereja. Sudah sejak tahun 2001, bertepatan dengan 110 tahun Rerum Novarum; Ajaran Sosial Gereja yang pertama, KAS telah mencanangkan bulan Agustus menjadi bulan Ajaran Sosial Gereja. Yang diharapkan bagi umat menjadi pembelajaran bersama agar mampu menghayati iman secara tegas.

Kerasulaan Politik Gereja KAS:

Dewan Karya Pastoral KAS sebagai pembantu Uskup dalam melaksanakan reksa pastoral membentuk Komisi-komisi yang membantu Uskup merumuskan dan menterjemahkan kehadiran Gereja di tengah masyarakat (PK4AS, HAK, PSE, KOMDIK). PK4AS adalah lembaga yang ditugaskan Uskup untuk mengelola karya kerasulan kemasyarakatan di bidang sosial-politik di KAS ini.

Pada tahun-tahun terakhir ini, PK4AS menitikberatkan pembahasan dan pendampingan pada peran umat dalam hidup berpolitik di tengah gelombang prilaku politik yang kotor dan jahat. Kita ditantang Bunda Gereja agar berani menghadirkan sikap politik yang bersih, jujur dan tulus demi tujuan kesejahteraan umum. Untuk itu, PK4AS beserta Komisi Kateketik KAS mengadakan katekese untuk pemahaman ASG bagi umat serta pendampingan bagi umat agar dapat memahaminya[2], Program PK4AS[3] juga mengumpulkan para pejabat dan pelayan masyarakat baik RT/RW/dan perangkat desa yang katolik, maupun aktifis politik (DPRD Prop/Kab./Kota), ORMAS Katolik agar dapat duduk bersama untuk menegaskan kembali imannya dan menyadari kembali tugas perutusannya sebagai orang katolik di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara. PK4AS juga mengadakan kegiatan pengawalan pemilu dengan aktivitas pendidikan bagi pemilih pemula, pencerdasan pemilih dan sosialisasi pemilu

Pada bulan ini, yakni tanggal 16/17 Agustus 2012 yang lalu, dalam rangka menyambut hari Kemerdekaan RI ke-67, Bapak Uskup menyampaikan Surat Gembala Uskup Keuskupan Agung Semarang dengan tema ”Memerdekakan dan Membebaskan yang Miskin.”[4] Surat Gembala ini ingin menyapa umat yang masih membuat pembedaan dan pemisahan antara pernyataan iman dan perwujudan iman. Kalau kita melihat  suasana di negeri kita ini, sisi yang satu kita ketahui makin banyak didirikan tempat dibadat dan upacara keagamaan yang meriah akan merasa ngeri ketika menoleh sisi yang lain masih ada juga korupsi, kekerasan dan kerusakan lingkungan hidup yang mengancam kehidupan manusia. Kemiskinan masih memprihatinkan di negeri ini karena pengelolaan negara yang belum berhasil.

Pengalaman tahun 1996 – 1998 yang lalu memang membuat takut seseorang terlibat dalam aktivitas politik praktis. Tahun itu keadaan perpolitikan di Indonesia sangat mencemaskan. Terjadi banyak penangkapan dan penculikan aktivis-aktivis, siapa yang menghilangkan sampai saat ini tidak pernah terungkap. PDIP dan PRD menjadi kelompok partai yang terjepit pada waktu itu. Sebagian dari mereka minta dilindungi karena dikejar-kejar Polisi. Melindungi berarti membuat mereka tidak tertangkap oleh Polisi. Dalam ketakutan melindungi mereka, penghiburan muncul dari lagu “… hanya pada Tuhanlah, hatiku tenang …” Sungguh dimana politik mengandalkan kekuatan, politik akan menjadi sangat menakutkan. Tidak sedikit umat katolik yang menjadi fobia bermain dalam ranah politik. Pengalaman atas penindasan juga membuat para nabi dan Maria pun takut. Namun bagi orang beriman, ketika ketakutan itu muncul selalu ada penghiburan dari Tuhan yang mengatakan, “jangan takut!” Tuhan selalu melindungi umatNya.

Oleh karena itulah, tema yang diangkat hari ini adalah ”Orang Katolik Takut Politik?” Diharapkan tema tersebut akan menjadi gema dan bahan diskusi di tengah-tengah umat yang akan mengukur seberapa kita tahu paham politis Gereja sebagaimana dituangkan dalam Ajaran Sosial Gereja. Bahwa Gereja sebagai persekutuan kasih yang melekat pada dirinya mempunyai tugas untuk menjalankan kasih di tengah-tengah umat. Dalam keadaan masyarakat/bangsa yang sulit dimana terjadi dalam kehidupan perekonomian global, Ajaran Sosial Gereja menjadi petunjuk mendasar yang menawarkan pedoman yang harus terus melaju, harus terus digumuli dalam kerjasama dengan semua orang yang prihatin atas dunia dan segala manusianya. Dengan adanya bulan ASG, kita melihat bahwa di satu sisi ada begitu semaraknya pernyataan iman dan di sisi lain perwujudan iman yang sungguh tidak memadai. Korupsi yang terstruktur tetap merajalela, kerusakan lingkungan dan kekerasan. Bahkan ada lembaga keagamaan dan pendidikan yang seharusnya menjadi tempat penanaman pengetahuan dan pengajaran iman dan moral menjadi tempat yang menyesatkan.

Sikap Politik Orang Katolik yang Signifikan dan Relevan:

Bagaimana sikap Tuhan Yesus dalam menanggapi perkara-perkara ketidakadilan dan kesesatan pada jamannya? Ketika pemerintah dan lembaga keagamaan membebani rakyat dengan pajak dan segala peraturannya. Tuhan Yesus mengkritisi kedua lembaga itu. Yesus berteriak terhadap segala ketidakadilan dan kesesatan itu. Yesuspun mengajak, melatih dan mendidik para muridNya untuk melakukan hal yang sama.

Apakah sekarang ini kita sudah berani berteriak juga kepada ketidakadilan yang terjadi di sekitar kita? Jawabnya, ”Belum banyak yang berani!” Hal itu dikarenakan kita sering tidak paham dengan politik, dan perlunya terlibat dalam masalah politik. Bagaimana sungguh mewujudkan keterlibatan 100% untuk negara dan 100% untuk Gereja belum signifikan dalam pelaksanaannya. Setiap orang katolik yang adalah WNI harus punya  integritas: menjadi orang Katolik yang signifikan ke dalam dan relevan ke luar.

Kita seringkali melihat dalam cara berpolitik khalayak politikus di Indonesia, bahwa nilai, kepentingan dan pamrih sering mengalahkan profesionalisme pelayanan. Sebagai orang katolik, dalam keprihatinan ini, mengembangkan keteladanan yang baik dengan profesionalitas adalah keharusan, sebab orang katolik yang  tidak memiliki profesionalisme akan makin tidak dihiraukan. Demikian pula dalam setiap kali kegiatan untuk pemilu (Pemilihan Umum atau Pemilu KADA), kandidat-kandidat yang tidak baik moralitasnya, serta tidak profesional kemampuan kepemimpinan dan pelayanannya lebih baik kita tinggalkan saja. Tentu saja ini mengandung konsekuensi bahwa kitapun perlu menyiapkan calon pemimpin bangsa dan masyarakat baik di tingkat pemerintahan terbawah (RT/RW/Kepala Dusun/Kepala Desa) dan Legislatif, Eksekutif yang baik dan profesional.  Kita perlu stategi dan taktik yang jelas untuk menyelamatkan bangsa dan negeri ini. Kita warga Gereja perlu menjadi anak bangsa yang kritis dan konsekuen. Bukan hanya menjadi pengamat, tetapi siap menjadi pelaku sejarah bangsa sebagai wujud kesadaran perutusan kita.

Kerjasama Hirarki Gereja dan Rasul Awam:

Gereja tersusun dari hirarkhi dan awam yang memiliki kewajiban yang sama yaitu sebagai nabi (untuk mengajarkan kebenaran), imam (untuk menuju kesucian) dan raja (untuk mengelola arah kehidupan).

Gereja melalui Bapa Suci telah menuliskan ajaran kehidupan bagi dunia, yakni dalam Ajaran Sosial Gereja (ASG). ASG dapat memberikan tuntunan hidup dalam keadilan dan kebenaran dalam teologi berpastoral yang disebut metode dinamika pastoral. Dari data kualitatif (yang real dari kehidupan rakyat) diterangi iman untuk mengambil keputusan-keputusan bagi kepentingan bersama. Kemauan mempelajari ASG menjadikan orang katolik semakin berjiwa nasionalis dan responsif  terhadap keprihatinan yang ada di tengah masyarakat dan bangsa, tidak terkurung tirani minoritas, namun secara militan menjadi teladan kebaikan, keadilan dan kebenaran di tengah pergulatan bangsa. ASG bukan lagi berparadikma ingin melawan orang kaya yang menindas orang miskin, namun terutama ingin mengembangkan pola pikir agar setiap pribadi menjadi insan yang siap melawan angkara murka dan perilaku yang tidak adil serta melawan kebenaran yang sejati.

Perlunya Jaringan untuk Membenahi Bangsa:

Tugas perutusan dalam ranah politik ini untuk di bumi Indonesia ini memang tidak ringan kalau ditanggung umat katolik sendirian. Maka tidak cukup satu atau dua orang menjadi tokoh baik di masyarakat. Sungguh diperlukan lebih banyak lagi tokoh dan pemimpin yang memiliki integritas, visi dan misi yang jelas dan baik masyarakat dan bangsa. Selayaknya pula kita melakukannya dengan bekerjasama dengan siapa saja yang berkehendak baik demi kesejahteraan seluruh bangsa. Berat sama dipikul, ringan sama dijinjing untuk memperjuangkan keadilan dan damai sejahtera bangsa ini.

Penutup:

  • Keterlibatan awam dalam menggereja memang sudah oke tetapi masih terdapat lobang besar yang perlu diisi yaitu keterlibatan awam untuk bidang yang menjadi ciri khasnya, sekularitas: menyucikan dunia.
  • Suara Gereja yang disampaikan oleh para Uskup dan imam memang bisa masuk dalam dunia politik namun jangan klerikalisasikan dunia.  Maka harus dipahami bahwa Uskup dan Pastor  tidak perlu menjadi pelaku politik praktis (misalnya menjadi anggota DPR). Politik praktis adalah tugas umat Katolik sebagai pribadi dan sebagai kumpulan Organisasi Katolik.
  • Mari menunjukkan jatidiri pembawa teladan kebenaran, dengan landasan sikap politis ”in omnibus caritas” (kebaikan bagi semuanya) sebagaimana digemakan oleh ASG. Ajaran tentang kebaikan, keadilan dan kebenaran sudah banyak, tetapi masih perlu lebih banyak yang mewujudkan dan mangejawantahkannya. ASG harus menjadi landasan umat katolik khususnya dalam berpastoral.
  • Mari keluar dari syndrome tirani minoritas. Kita ubah meski jumlah umat katolik tidak banyak namun berani hadir dan menjadi minoritas yang kreatif, serta dapat diandalkan.
  • Mari kaum muda (laki-laki dan perempuan) bersiap diri menjadi pemimpin sejati, jangan bersembunyi,  jangan takut bersaing dan belajar untuk menunjukkan pribadi yang terbaik. Perbanyak membaca, agar mempunyai pengetahuan dan wawasan luas untuk dibicarakan dengan orang lain.
  • Mari memperkuat dan masuk dalam jaringan. Sebab dengan jaringan persaudaraan dan organisasi/lembaga yang kuat, kita akan lebih enak dalam “omong-omong” dan menebarkan segala sesuatu yang baik. Mari memberi warna omongan positif di setiap kesempatan agar menyumbang input  yang baik bagi paguyuban apapun di masyarakat.
  • PDDP harus diterjemahkan dalam PPDP paroki St. Athanasius Agung Karangpanas, dan dalam PPDP bisa dituangkan rincian tugas yang harus diemban oleh pengurus Dewan Paroki dan Tim Kerjanya untuk semakin membawa umat semakin singifikan dan relevan dalam kehidupan menggereja dan memasyarakat. Penanggung jawab utama dalam Gereja Katolik adalah pastor yang ditugaskan di situ. Tinggal bagaimana akhirnya pastor tersebut mengelola dan melibatkan banyak umat  dalam pengambilan keputusan, gereja macam apakan yang akan diwujudnyatakan di zaman ini.
  • WKRI, PMKRI, PK jangan sibuk hanya di sekitar altar dan Gereja, masuklah ke tengah penderitaan masyarakat dan bangsa dan tunjukkan militansi katolisitas dan nasionalis di masyarakat.
  • Kemegahan Gereja Karangpanas harus disusul dengan keagungan berkatnya yang hadir di kota Semarang khususnya dan Indonesia umumnya.
  • Banyak kesempatan untuk pengkaderan kaum muda tetapi susah untuk mencari kaum muda yang mau dikader. Kolekte minggu ketiga (KPG) yang dikelola keuskupan semestinya diperuntukkan bagi pengembangan awam.
  • Pendidikan politik harus dimulai dari keluarga. Jika ada seorang tokoh kenapa kok anaknya tidak menjadi tokoh? Karena tidak pernah menurunkan ilmunya kepada anaknya. Pendidikan politik kita sangat jauh dari pendidikan politik agama lain. Banyaklah membaca termasuk juga RUU, UU dan PERDA. Banyak yang harus disikapi dan dikritisi. Kita tidak berani dan tidak bayak bertindak karena kita kurang pengetahuan karena kurang membaca. Teriakan kita kurang bergema karena tidak keluar dari hati. Tekankan pendidikan pada proses bukan pada hasil.

 

Hari ini kita bicara politik yang diharapkan menjadi lapangan para awam tetapi ironi kenapa pembicaranya tidak ada awamnya. Semoga sarasehan ini tidak hanya menjadi milik saya, tetapi milik kita semua dan menjadi berkat baagi semua (Gereja, masyarakat dan bangsa).

Berkah Dalem.



[1] Disampaikan dalam Sarasehan Tokoh Umat Paroki St. Athanasius Agung, Karangpanas, pada tanggal 24 Agustus 2012.

[2] KomKat KAS, “Pembelajaran Ajaran Sosial Gereja”, PSM, 2012.

[3] DKP KAS, “Program Kerja tahun 2012”, PSM, 2012.

[4] KAS, “Surat Gembala Hari Raya Kemerdekaan RI, 17 Agustus 2012”, untuk dibacakan pada tanggal 16/17 Agustus 2012.

Similar Posts

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *