“Beragama atau Beriman?”
Suatu kali, saya pernah membaca dalam sebuah kolom tanya jawab tentang agama di sebuah surat kabar. Pertanyaannya demikian: “Beberapa waktu yang lalu saudara saya opname di rumah sakit untuk operasi dan operasi itu membutuhkan donor darah sebanyak 2 kantong. Puji Tuhan, kami akhirnya mendapatkannya dengan cukup mudah di kantor pelayanan PMI. Yang menjadi kegelisahan kami, apakah diperbolehkan seturut ketentuan agama kita untuk menerima darah dari pendonor yang tidak seagama? Kami takut jika ternyata hal itu keliru seturut aturan agama yang saya anut.” Spontan saya berkata: “Hari ‘gini masih ada yang seperti ini?” Saya tertawa getir sekaligus prihatin dengan cara penghayatan atau pemahaman agama yang seperti itu.
Hari ini, dalam Injil Suci, Tuhan Yesus mengajak kita untuk kembali melihat seperti apakah praktik hidup keagamaan yang selama ini kita jalani. Dengan jelas Tuhan Yesus mengingatkan kita agar tdk terjebak pada praktik keagamaan model para ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka adalah kelompok orang-orang yang sangat tahu tentang aturan-aturan hidup keagamaan tetapi buahnya adalah kemunafikan. Mengapa demikian? Karena mereka sekedar menjalankan aturan agama demi aturan itu tetapi tidak menghayati hidup beriman sebagai umat Tuhan. Oleh karena itu, Tuhan Yesus mengajak kita untuk tidak hanya berhenti pada soal agama karena itu baru tampilannya tetapi inti dari agama itu sendiri yaitu IMAN. Kalau sungguh beriman, maka kita pun akan mampu berbuat lebih daripada sekedar aturan agama karena ada KASIH dalam praksis hidup beriman. Marilah kita mewujudkan diri utk sungguh menjadi umat beriman.***d2t