“Menjadi Bijak di Dalam Iman”
[Minggu Biasa ke VI: Sir 15:15-20; Mzm 119:1-34; 1Kor 2:6-10; Mat 5:17-37]
Mungkin telah sering kali kita mendengar perikop Injil yang dibacakan hari ini. Yaitu bahwa Yesus tidak datang untuk membatalkan hukum Taurat, tetapi untuk menggenapinya. Namun sejujurnya, mungkin ada banyak orang yang tidak sepenuhnya memahami, seperti apakah artinya ‘penggenapan’ dalam diri Kristus. Ini terlihat dari fakta bahwa ada banyak orang yang menggunakan ayat Mat 5:18 sebagai dasar bagi ajaran-ajaran yang berbeda dengan ajaran Gereja Katolik. Soal penggenapan hukum sunat, hukum perkawinan, dan perayaan Sabat, hanyalah beberapa contohnya. Lalu seringkali hanya dengan ditunjukkan ayat Mat 5:18, lalu sejumlah umat Katolik sudah bingung, dan bahkan ada yang kemudian memutuskan untuk meninggalkan Gereja Katolik.
Gereja melalui bacaan-bacaan Kitab Suci hari ini mengajarkan, bahwa Kristus menggenapi hukum Taurat dengan mengembalikan, menyempurnakan dan mengangkat hukum-hukum Taurat Perjanjian Lama itu ke maksud asalnya, yaitu ke tingkatan yang lebih tinggi daripada peraturan yang terbatas oleh ketentuan lahiriah. Itulah sebabnya baptisan sebagai sunat rohani menjadi penggenapan sunat jasmani; perkawinan monogam tak terceraikan menjadi penggenapan makna perkawinan; perayaan hari Minggu sebagai hari Tuhan menjadi penggenapan hukum Sabat, dan seterusnya. Hukum Taurat itu memang tidak dibatalkan, namun digenapi dengan cara yang berbeda dalam Perjanjian Baru. Kristus mengajar para Rasul-Nya untuk memahami kebijaksanaan Allah yang mendasari segala hukum Taurat. Kristus, yang dalam Perjanjian Lama sering digambarkan sebagai Sang Kebijaksanaan Allah, menuntun para Rasul sehingga merekapun beroleh kebijaksanaan untuk memahami dan menyampaikan arti dan maksud hukum-hukum Allah ini kepada Gereja-Nya. Gereja kemudian melestarikan hukum-hukum ini, yang telah digenapi oleh Kristus. Maka, jika kita ingin memperoleh pemahaman yang benar akan maksud ayat-ayat Kitab Suci dan ajaran Kristus, kita perlu mendengarkan Gereja. Paus Paulus VI dalam khotbahnya tanggal 1 Maret 1967, berkata, “Ketika kita menerima Iman yang diajarkan oleh Gereja, kita berhubungan langsung dengan para Rasul… dan melalui mereka, kita berhubungan dengan Yesus Kristus, Guru kita yang pertama dan satu-satunya. Kita bersekolah di sekolah mereka, sepertinya demikian, dan mengatasi rentang abad yang memisahkan kita dari mereka.”
Sungguh, kita perlu berterima kasih kepada Magisterium Gereja Katolik -yaitu para Paus sebagai penerus Rasul Petrus dan para uskup dalam persekutuan dengan Paus. Sebab melalui Magisterium, Gereja Katolik mempunyai ajaran yang sama sejak saat ia didirikan oleh Kristus di abad pertama, sampai sekarang, dan selama-lamanya. Dengan mempelajari ajaran Gereja-lah, yang adalah “tiang penopang dan dasar kebenaran” (1 Tim 3:15), kita memperoleh pemahaman yang benar akan ajaran iman kita, sebagaimana diajarkan oleh Kristus. Melalui ajaran Magisterium Gereja-lah, kita tahu bagaimana menyikapi berbagai informasi yang beredar di sekitar kita, yang kadang berpotensi melemahkan iman. Dengan prinsip kebijaksanaan Kristus yang melatarbelakangi setiap hukum Tuhan, kita mengetahui bahwa dalam keadaan apapun, Gereja tidak mungkin memperbolehkan aborsi ataupun perkawinan sesama jenis -kedua hal yang belakangan ini ramai dibicarakan di internet dan pesan BB. Kristus yang mengajarkan bahwa berzinah dalam pikiran saja sudah merupakan dosa (lih. Mat 5:27-28), tidak mungkin mengizinkan perbuatan zinah ataupun tindakan nyata lainnya yang melanggar kemurnian. Walaupun mungkin sejumlah tokoh dunia menghendaki Gereja Katolik mengubah ajarannya, namun sebagaimana kita baca di Injil hari ini, Gereja tidak mungkin mengubah ajarannya, karena ketaatannya kepada Kristus yang mendirikannya. Marilah kita mendoakan Paus Fransiskus, agar ia beroleh rahmat kebijaksanaan untuk memimpin Gereja dengan ketaatan dan kesetiaan. Juga marilah kita memohon rahmat Allah agar kitapun beroleh hikmat kebijaksanaan agar dapat bertumbuh dalam iman.
“Tuhan Yesus, kumohon hikmat dari-Mu, agar aku dapat membedakan apa yang baik dan yang jahat, apa yang sungguh berasal dari-Mu dan yang bukan. Berikanlah kepadaku juga kerendahan hati untuk menerima ajaran Gereja, yang menuntunku untuk memahami ajaran-Mu dalam kepenuhannya.”
Sumber : http://katolisitas.org