Musik Liturgi Melayani Orang Muda Katolik
-Rm. Bosco da Cunha, O.Carm-
Jiwa musikal orang muda luarbiasa :
Saksikanlah sendiri di mana-mana. Orang muda begitu menjiwai dan kranjingan dengan dunia musik. Program TV paling populer adalah acara musik yang tak terpisahkan dari kerumunan orang muda. Dan justru dunia seni musik menjadi yang paling favorit dan sungguh populer. Bermunculan ribuan calon American Idol, tanpa peduli akan kemampuan vocal yang kadangkala lumayan konyol juga; bermunculan sekian banyak penyanyi, boy band and girl band sampai ke kampung-kampung dan juga tak terlupakan sekian banyak rasa hati yang lagi romantis dilampiaskan di bawah pohon dan di pintu gubuk dengan iringan sebuah gitar atau seruling.
Boleh saja ditafsir bahwa orang muda begitu kranjingan dengan musik karena ingin populer; dalam arti demi kepentingan harga diri dan ingin cari duit. Musik diperalat untuk kepentingan lain yang jauh lebih mendesak. Terserahlah ! Tetapi perlu diketahui bahwa jiwa musik bertumbuh sejak masa kecil. Jiwa musik berkembang dan bertumbuh dalam diri setiap orang dan tak terpisahkan dari perkembangan kehalusan hati nurani dan rasa hati; tak terpisahkan dari romantisme humaniora dan jiwa seni.
Musik menyemarakkan cita-rasa batin :
Pengalaman akan Allah tidak melulu rasional, bahkan kalau berdoa tanpa rasa hati, akan terasa kering dan tidak mengesan. Dunia peribadatan adalah wadah yang mampu menampung segala jeritan hati dan pengalaman jiwa. Secara istimewa merupakan wadah pengungkapan seni, seni bangunan gereja, seni dekorasi, seni suara, seni ukiran dan lukisan, seni menyampaikan kata-kata, seni pakaian liturgis, sampai kepada seni memakai pilihan baju baru dan nyisir rambut sejak dari rumah masing-masing. Terlalu banyak unsur seni yang dimaksudkan untuk mampu, layak dan pantas menembus dunia misteri-misteri yang dirayakan. Sungguh luhurlah segala keindahan.
Namun ketika ungkapan musik diwujudkan di dalam perayaan Liturgi maka kita mengenal istilah Musik / Nyanyian Liturgi. Ini dibedakan dari nyanyian rohani umat yang dipakai dalam berbagai kegiatan devosional.
Ada tiga kekuatan yang terkandung dalam perayaan Liturgi: 1). Dinamisme iman pribadi; 2). Dinamisme Misteri ada bersama Kristus; 3). Dinamisme komunitas grejani, sebagai anggota Tubuh mistik Kristus. Komponen musik adalah ungkapan komunikasi komunal antara saya – kita – Allah Tritunggal dalam cara yang mesrah akrab, batiniah. M. Magrassi berkata: Tanda sakramental doa Kristus dan Gereja-Nya adalah kemesrahan getaran hati, yang menyentuh Roh dan selanjutnya mengembang pada bibir, sebab dari kedalaman batin yang mesrah terdorong rasa perlunya mengungkap keluar.
Dalam “Musicam Sacram” no. 5 dikatakan sbb.:
- Sungguh, melalui bentuk ini doa diungkapkan secara lebih menarik, dan misteri Liturgi yang sedari hakikatnya bersifat hirarkis dan komunal dinyatakan secara lebih jelas. Kesatuan hati dicapai secara lebih mendalam berkat perpaduan suara, hati lebih mudah dibangkitkan ke arah hal-hal surgawi berkat keindahan upacara kudus….
Musik dalam dinamika “kegiatan suci” perayaan :
Konstitusi Liturgi no. 112 menyebutkan peran musik sebagai tugas pelayanan. P. Pius X menyebutnya sebagai umile ancilla (hamba yang rendah hati). Pius XI menyebutnya sebagai serva nobilissima ( hamba yang sangat terhormat ). P. Pius XII menyebutnya sebagai sacrae liturgiae quasi administra ( yang seolah-olah pelayan Liturgi suci). Vatikan II menyebutnya sebagai munus ministeriale in dominico servitio (tugas pelayanan dalam kebaktian Tuhan).
Dalam dinamika legiatan suci Liturgi, musik memiliki tuntutan penyelarasannya sendiri, berbeda dari musik profan yang digandrungi orang muda sebagai sekedar hiburan yang mengasyikkan gelora afeksi. Syarat-syarat musik Liturgi a.l.:
- Harus merupakan musik sejati menurut seni musik.
- Kata-kata dan nada harus mampu menghantar manusia kepada Allah, sehingga harus berdasarkan teks Kitab Suci dan Liturgi. Mampu menyemangati peran serta Umat dalam setiap ciri khas ritus-ritus perayaan. Dengan demikian memudahkan komunikasi dengan yang ilahi dalam kebersamaan sebagai anggota Tubuh mistik.
- Harus mengungkapkan daya-daya seni dan religiositas dalam dialog dan tanda-tanda simbolik lainnya selama berlangsungnya perayaan, dimana Allah dimuliakan dan Uamt beriman dikuduskan.
Konstitusi Liturgi selanjutnya menegaskan
Maka, musik Liturgi semakin suci, bila semakin erat hubungannya dengan upacara ibadat, entah dengan mengungkapkan doa-doa secara lebih mengena, entah dengan memupuk kesatuan hati, entah dengan memperkaya upacara suci dengan kemeriahan yang lebih semarak. Gereja menyetujui segala bentuk kesenian yang sejati, yang memiliki sifat-sifat menurut persyaratan Liturgi, dan mengizinkan penggunaannya dalam Ibadat kepada Allah. (SC 112).
Penyelarasan dengan jiwa orang muda :
Sebagai tugas pelayanan, Musik Liturgi pun harus melayani orang muda, dalam arti memperhitungkan ciri khas jiwa mereka. Hakikat Musik Liturgi tetap harus diindahkan supaya mampu mengungkapkan iman orang muda dan mengalami perjumpaan mereka dengan Tuhan. Oleh karena itu Gereja berjuang agar supaya membantu orang muda mampu berdoa lewat musik yang baik dan selaras. Gereja tidak menutup mata terhadap jiwa orang muda. Meskipun kutiban-kutiban dokumenter tsb. di atas terkesan serius dan asing, namun untuk Misa kategorial, khususnya bagi orang muda, anak remaja, anak-anak, terbuka secara resmi berbagai kemungkinan penyesuaian akomodatif.
Menurut Actio Pastoralis, instruksi Kongregasi Ibadat dan Tertib Sakramen yang terbit 15 Mei 1969 mengenai Misa untuk kelompok-kelompok khusus dikatakan bahwa Gereja sangat menganjurkan penyelenggaraan Misa untuk berbagai kelompok dalam paroki baik territorial maupun kategorial sebab mempunyai dampak lebih mendalam terhadap penghayatan hidup kristiani, saling mendukung dalam perkembangan hidup rohani dan kesaksian iman.
Penyesuaian akomodatif maksudnya ialah penyesuaian dalam hal-hal yang tidak berkaitan dengan budaya misalnya, bacaan, nyanyian, cara berkomunikasi, tata gerak ritual, dramatisasi, tarian, dekorasi, para petugas, dll. Misa orang muda perlu banyak penyesuaian dengan jiwa mereka supaya sungguh berdaya-guna bagi hidup dan masa depan mereka. Khususnya di bidang musik tentu samasekali tidak membawakan lagu-lagu pop rohani secara murahan, tetapi yang kata-katanya sesuai dengan isi Injil dan rumusan teks liturgis maka bisa dipertimbangkan (bdk. SC n.118); dan mengenai variasi iringan musik instrumental seperti halnya gitar, gendang, selain orgel dan harmonium, sejauh memang cocok atau dapat disesuaikan dengan penggunaan dalam Liturgi dan sungguh memantapkan penghayatan iman orang muda, bolehlah dipakai (bdk. SC n. 120).