Tolonglah, ya Tuhan, agar aku mampu melihat!
Suatu hari, seorang bapak dan anak putrinya sedang berolah raga pagi di suatu taman kota. Di pojok taman, ada seorang pengemis buta sedang mengamen dengan memainkan kendang kecil sambil bersenandung. Anak kecil itu tertegun dan berhenti sejenak sambil memandangnya. Sang bapak juga menghentikan langkahnya. Lalu sang bapak berkata, “Dik, kamu bisa berbuat sesuatu untuk orang itu. Kamu tadi diberi uang saku lima ribu rupiah oleh ibu, kan? Berikan seribu rupiah untuknya.” Anak kecil itu mengangguk lalu melangkah mendekati pengamen buta itu. Seribu rupiah diambilnya dari saku bajunya dan dimasukkan ke kotak yg ada di samping pengamen itu. Dg wajah berseri-seri dan senyum terkembang, anak itu kembali kepada ayahnya. Sang ayah pun memeluk dan mencium putrinya. Sebuah pelajaran berharga telah diberikan oleh sang ayah utk anaknya agar mampu melihat sesama tdk hanya secara fisik tetapi dengan hati-budi dan iman mendalam.
Bacaan I hari ini pun mengajarkan kita semua utk mampu melihat tdk hanya dg mata fisik tetapi dg mata hati/iman sebagaimana Allah Sang Mahabijaksana. Samuel telah mendapatkan pelajaran yg berharga: “Bukan yg dilihat manusia yg dilihat Allah; manusia melihat apa yg di depan mata, tetapi Tuhan melihat hati” (Samuel 16:7b). Sementara itu, Injil Suci menegaskan bahwa penyembuhan Yesus kepada orang buta di hari Sabat mengatasi penglihatan fisik soal aturan sebab “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Matius 12:8). Dg demikian, Tuhan Yesus mengajak kita utk lebih mampu melihat dg hati/iman dlm berpikir, berkata dan berbuat. Kalau hanya sebatas melihat dg mata fisik, jangan-jangan kita justru menjadi sealiran dg orang-orang Farisi yg merasa mampu melihat dg sejelas-jelasnya tetapi sebetulnya buta hati dan buta imannya (Yoh 9:41). Sudahkah aku melihat dg hati, budi dan imanku?***d2t