Pilihan Suara Hati
Gegap gempita Pilpres masih menghiasi media massa. Acapkali terasa sumir di sela-sela kronisnya penyakit dalam hidup bersama. Kemiskinan dan kesenjangan sosial, korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan masih melilit negara ini. Pun masalah pendidikan, pengangguran, tenaga kerja kita di luar negeri, kerusakan lingkungan hidup dan intoleransi.
Dalam acara debat Capres-Cawapres, para calon beradu program. Kampanye pun digelar meriah. Tujuannya satu: meningkatkan jumlah suara. Betapapun bagusnya visimisi mereka, ingatlah seruan Surat Gembala KWI menyongsong Pilpres 2014! Selain mengenali rekam jejak para\calon, pilihlah pemimpin yang punya integritas moral berdasarkan suara hati kita.
Semua bentuk kampanye hanyalah eforia sesaat. Itulah waktu mengobral janji. Janji amat mudah dilupakan saat takhta dan kuasa dalam genggaman. Hanya orang bodohlah yang memilih berdasarkan janji. Lagi, dengarkanlah suara hati kita! Salah satu cara mendengarkan suara hati ialah mengamati habitus kepemimpinan para calon.
Apakah mereka punya kebiasaan yang berorientasi demi kebaikan bersama? Habitus kepemimpinan yang berorientasi pada bonum commune ini merupakan modal awal untuk mendiagnosa penyakit bangsa kita dan berusaha menemukan solusi demi kebaikan bersama.
Memilih berdasarkan suara hati bukanlah pengambilan keputusan tanpa analisis kritis berdasarkan fakta. Dan lagi, salah satu tolok ukur analisis ialah menemukan bukti habitus kepemimpinan yang berorientasi demi kebaikan bersama. Maka, pilihlah pemimpin yang sudah terbukti punya modal habitus kepemimpinan dari hal hal kecil demi kebaikan bersama.
Jika orang punya kesetiaan dalam perkara kecil, ia sudah punya modal untuk mengambil tanggung jawab dalam perkara yang lebih besar.
Sumber : www.hidupkatolik.com