“Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.”(05 Agustus 2014)
Matius (15:1-2, 10-14)
Sekali peristiwa datanglah kepada Yesus beberapa orang Farisi dan ahli Taurat dari Yerusalem. Mereka berkata, “Mengapa murid-murid-Mu melanggar adat istiadat nenek moyang? Mereka tidak membasuh tangan sebelum makan.” Yesus lalu memanggil orang banyak dan berkata kepada mereka, “Dengarkan dan camkanlah, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” Maka datanglah para murid dan bertanya kepada Yesus, “Tahukah Engkau bahwa perkataan-Mu itu telah menjadi batu sandungan bagi orang Farisi?” Tetapi Yesus menjawab, “Setiap tanaman yang tidak ditanam oleh Bapa-Ku yang di surga, akan dicabut sampai akar-akarnya. Biarkanlah mereka itu. Mereka itu orang buta yang menuntun orang buta. Jika orang buta menuntun orang buta, pasti keduanya jatuh ke dalam lubang.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus
Renungan
Kita tidak sedang berhadapan dengan teks Kitab Suci yang berbicara tentang higenitas atas kesehatan. Sebab, yang dijadikan alasan oleh beberapa orang Farisi dan ahli Taurat untuk mempermasalahkan para murid yang tidak membasuh tangan sebelum makan, bukanlah masalah higenitas dan kesehatan tetapi masalah adat-istiadat yang berkaitan dengan kenajisan. Menurut tradisi Yahudi, ada banyak sekali barang yang najis seperti: makanan yang disebutkan dalam Im 11:1-47, binatang mati (Im 5:2; 11:24-28; 17:15), mayat atau tulang (Bil 9:6-7; 19:11,16), kuburan (Bil 19:16), penyakit kusta (Im 13:3,11; Bil 5:2,3), lelehan dari tubuh, misalnya darah haid (Im 15:2; Bil 5:2), wanita bersalin (Im 12:2), dll. Kenajisan itu menular, maka setiap orang yang menyentuh orang atau barang yang najis, ikut menjadi najis. Misalnya: seorang wanita sedang haid. Berarti, semua yang disentuhnya najis. Pakaiannya najis. Kalau ia ke pasar, semua barang yang dipegangnya najis. Uang yang dipegang untuk membayar ikut najis. Penjual yang menerima uang najis tersebut ikutan najis juga. Lalu semua barang yang disentuh penjual tersebut juga najis. Kalau ada pembeli lain yang membeli bahan makanan yang sebelumnya telah disentuh oleh wanita najis tadi, maka yang najis tidak hanya bahan makanan tersebut tetapi juga pembeli yang tidak tahu apa-apa tersebut. Sampai di rumah, setelah di masak, yang dihasilkan adalah makanan najis. Anggota keluarga dan semua yang makan, ikut najis juga. Kalau mereka salaman atau menyentuh orang lain, mereka jadi najis. Dan seterusnya. Dengan demikian, hidup menjadi sangat kompeks dan penuh beban karena semua orang boleh dikatakan najis, entah dirinya sadar atau tidak, tahu atau tidak. Nah, situasi semacam inilah yang hendak dibongkar oleh Yesus. Ia hendak membebaskan para pengikutnya dari hukum dan adat-istiadat yang membebani dan membuat hidup tidak happy. Ia menegaskan bahwa menyentuh sesuatu yang najis itu tidak membuat orang ketularan najis. Maka, Yesus menyentuh dan meyembuhkan orang kusta (Luk 5:12-16), membiarkan diri disentuh wanita yang sakit pendarahan (Luk 8:44-48), Ia juga menyentuh mayat dan membangkitkan orang mati (Luk 7:14;8:54). Bagi-Nya, juga tidak ada makanan yang haram dan menajiskan, sebab “Bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang” (Mat 15:11). Di sini, Yesus menegaskan bahwa yang membuat orang itu najis, sehingga dirinya kotor, tercemar, tidak bersih dan tidak suci bukanlah makanan yang dimakannya tetapi hal-hal jahat yang keluar dari mulut. Kata-kata tidak baik yang kita ucapkan, seperti sumpah serapah, umpatan, penghinaan, kutukan dan ungkapan kebencian atau kemarahan yang lain, itulah yang menajiskan kita. Dan sekarang, hal itu tidak hanya terjadi melalui kata-kata lesan tetapi juga apa yang kadang/sering kita tulis di ruang publik, misalnya di facebook, tweeter, dll. Maka, kita harus berhati-hati dalam berkata-kata, baik secara lisan maupun tulisan, supaya jangan menjadikan kita sendiri najis sehingga dijauhi dan dihindari orang lain.
Doa
Tuhan, berilah kami kebijaksanaan dalam bertutur kata, baik secara lisan maupun tulisan. Amin.
Sumber : www.doakatolik.com