“Karena Aku, kamu akan digiring ke muka para penguasa dan raja-raja.”(26 Desember 2014)
Doa Pagi
Tuhan Yesus Kristus, hari ini kami merayakan Pesta St Stefanus. Ia telah menyampaikan warta kebenaran dan senantiasa bertahan dalam iman, harapan dan kasih. Semoga Engkau memberkati dan melindungi saudara-saudara kami yang saat ini mengalami penindasan dan penganiayaan karena membela iman dan kebenaran. Semoga mereka kuat dan tetap setia kepada-Mu. Sebab Engkaulah yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus Allah sepanjang segala masa. Amin
Pada waktu mengutus murid-murid-Nya, Yesus berkata, “Waspadalah terhadap semua orang! Sebab ada yang akan menyerahkan kamu kepada majelis agama; dan mereka akan menyesah kamu di rumah ibadatnya. Karena Aku, kamu akan digiring ke muka para penguasa dan raja-raja sebagai suatu kesaksian bagi mereka dan bagi orang-orang yang tidak mengenal Allah. Apabila mereka menyerahkan kamu, janganlah kamu kuatir akan bagaimana dan akan apa yang harus kamu katakan, karena semuanya itu akan dikaruniakan kepadamu pada saat itu juga. Karena bukan kamu yang berbicara, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berbicara dalam dirimu. Orang akan menyerahkan saudaranya untuk dibunuh; demikian juga seorang ayah akan menyerahkan anaknya. Anak-anak akan memberontak terhadap orangtuanya dan akan membunuh mereka. Dan kamu akan dibenci semua orang oleh karena nama-Ku; tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya akan selamat.”
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Hari ini Gereja merayakan Pesta Santo Stefanus, martir. Dia adalah martir atau buah pertama dari penjelmaan Allah menjadi manusia. Sang Sabda yang menjadi manusia dan tinggal di antara kita sungguh bermakna dan berbuah. Dengan menjadi manusia, Sang Sabda bisa dikenali, diinderai dan diimani.
Berkat pengenalannya akan Yesus secara benar dan mendalam, Stefanus berani mengorbankan nyawanya. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa martir adalah orang yang memiliki prinsip hidup lebih baik mati daripada murtad, mengingkari iman akan Yesus dan meninggalkan Gereja-Nya. Prinsip seperti ini jelas mengandaikan adanya landasan iman yang sungguh mendalam, yakni baik hidup atau pun mati kita tetap milik Tuhan. Tanpa landasan iman yang sungguh mendalam, kiranya tidak akan mungkin kita setia kepada-Nya. Dalam kehidupan nyata, prinsip hidup para martir berbanding terbalik dengan kebanyakan orang masa kini, yaitu lebih baik murtad daripada mati. Buktinya, orang yang telah menandatangani pakta integritas untuk tidak melakukan tindak korupsi, ternyata melakukannya. Janji dan regulasi hukum ternyata tidak berguna untuk melindungi seseorang dari tindak korupsi.
Prinsip hidup para martir terasa sangat sulit dipikirkan. Artinya, secara manusiawi rasanya mustahil hal tersebut bisa dicapai. Namun, ketika hidup sungguh diarahkan kepada Kristus, semangat kemartiran dengan sendirinya akan tumbuh dan berkembang dalam diri setiap orang. Kiranya tidak ada orang-orang bercita-cita menjadi martir. Bahkan, ketika kemartiran adalah sebuah cita-cita malahan tidak akan terlaksana. Santa Theresia dari Avila waktu kecil pernah bercita-cita ingin mati sebagai martir, dan cita-cita itu tidak terpenuhi dalam hidupnya. Karena kemartiran bukanlah melulu usaha manusiawi, melainkan campur tangan Ilahi dalam yang manusiawi, sebagaimana ditegaskan Tuhan Yesus, “Bukan kamu yang berkata-kata, melainkan Roh Bapamu; Dialah yang akan berkata-kata di dalam kamu” (Mat 10:20).
Setiap akhir Misa kita mendapatkan tugas perutusan, “Perayaan Ekaristi sudah selesai. Marilah pergi! Kita diutus!” Mari kita sungguh menyadari tugas perutusan ini. Tugas perutusan yang juga memerlukan semangat kemartiran.