“Mereka mendapati Maria, Yusuf, dan si Bayi. Pada hari kedelapan Ia diberi nama Yesus.”(01 Januari 2015)
Doa Pagi
Allah Bapa yang mahakuasa dan kekal, Engkau telah menganugerahi umat manusia keselamatan kekal dengan perantaraan Santa Maria, Perawan dan Bunda. Kami mohon, semoga kami pun Kauperkenankan menikmati doa dan perlindungannya, sebab ia telah melahirkan bagi kami Putra-Mu, pemberi hidup, yaitu Yesus Kristus, Tuhan kami, yang hidup dan berkuasa bersama Bapa dan Roh Kudus, Allah sepanjang segala masa. Amin.
Setelah mendengar berita kelahiran penyelamat dunia, para gembala cepat-cepat berangkat ke Betlehem, dan mendampati Maria dan Yusuf serta Bayi yang terbaring di dalam palungan. Ketika melihat Bayi itu, para gembala memberitahukan apa yang telah dikatakan kepada mereka tentang Anak itu. Dan semua orang yang mendengarnya heran tentang apa yang dikatakan gembala-gembala itu. Tetapi Maria menyimpan segala perkara itu dalam hati dan merenungkannya. Maka kembalilah gembala-gembala itu sambil memuji dan memuliakan Allah karena segala sesuatu yang mereka dengar dan mereka lihat semuanya sesuai dengan apa yang telah dikatakan kepada mereka. Ketika genap delapan hari umurnya, Anak itu disunatkan, dan Ia diberi nama Yesus, yaitu nama yang disebut oleh malaikat sebelum Ia dikandung ibu-Nya.
Inilah Injil Tuhan kita!
U. Sabda-Mu sungguh mengagumkan!
Hari ini Gereja merayakan Hari Raya Santa Maria Bunda Allah, yang dalam bahasa Latinnya Mater Dei (Mater =Bunda, Dei = Allah). Dikatakan “Bunda Allah” bukan karena Bunda Maria menikah dengan Bapa, melainkan anak yang dikandung oleh sang Bunda ialah Allah sendiri, itulah sebabnya ketika bunda Maria bertemu dengan Elizabeth, seketika Elizabeth dengan penuh iman menyatakan “…siapakah aku ini hingga Ibu Tuhanku datang mengunjungi aku?” (Luk 1:41-43). Elizabeth yang dipakai oleh Allah untuk melahirkan Yohanes sang penyiap jalan bagi Tuhanpun mengakui Bunda Maria sebagai “Ibu Tuhanku”, bagaimana dengan kita? Apakah kita mengakuinya seperti Elizabeth pula?
Permenungan kali ini beranjak pada penggambaran bagaimana Maria sebagai Bunda Allah yang mau menanggung tugas dari Allah (Luk 2:16-21). Kelahiran Kristus disatu sisi membuat suasana mencekam, karena keluarga kudus dari Nazareth ini harus menanggung beban yang amat beran ketika Herodes memerintahkan untuk mencari sang bayi mahakudus. Tidak dapat dipungkiri, seorang ibu yang melahirkan langsung anaknya dari rahimnya, dapat dipastikan sang anak begitu dijaga dan disayang, apapun yang terjadi akan dilindungi dengan pergumulan yang tidak mudah. Hal yang sama pun dirasakan oleh Bunda Maria, ketika para gembala heran tentang kelahiran sang bayi (Luk 2:18), pasti Bunda Maria sangat pilu hatinya, sebab sebagai seorang ibu mungkin saja ia merasakan bagaimana kelak nantinya anak yang dikandungnya akan menjadi bahan cemohan masyarakat saat itu. Tetapi Bunda Maria tidak lari dari kondisinya, justru Bunda Maria “…menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya” (Luk 2:19). Lihat, Bunda Maria hanya menyimpan segal perkara yang rumit dan menyakitkan itu, dan bunda Maria merenungkan kembali misteri yang sedang terjadi saat itu. Bunda Maria begitu percaya akan penyelenggaraan Allah (providentia Dei), dalam kondisi yang ekstrim dan sesulit itu, bunda Maria dengan setia percaya pada Allah sepenuhnya dan menerima realitas menyakitkan yang harus dialaminya, bahkan kesetiaan bunda Maria kepada Bapa dibuktikan dengan kesetiaan Maria yang terus mengikuti Yesus ketikaYesus menanggung sengsara hingga wafat di salib, dan tetap menjaga para rasul yang diamanatkan Yesus kepada Maria sebagai “ibu, inilah anakmu”.
Kesetiaan bunda Maria memberikan kepada kita sebuah bagaimana kita yang tetap setia pada kehendak Allah, dalam situasi yang ekstrim dan sulit sekalipun kita tetap percaya sepenuhnya pada penyelenggaraan ilahi, sambil merenungkan kesulitan – keuslitan yang sedang dialami sehingga kita sungguh percaya kesulitan paling besar dalam hidup kita pun ternyata kuasa Allah jauh lebih besar daripada itu. Setiap kesulitan bukan berarti Allah itu tidak ada, tetapi dalam setiap kesulitan dalam hidup merupakan cara Allah bagaimana kita tetap setia kepada-Nya dalam keadaan apapun, termasuk dalam keadaan sulit ; apakah kita justru menyalahkan Allah atau tetap setia kepada-Nya? bunda Maria setia kepada Yesus bahkan menjalankan amanat Yesus untuk menjaga para rasul-Nya. Sekarang, Allah memberikan amanat agar kita setia hingga akhir, maukah kita setia kepada Allah dalam kondisi apapun? Selamat merenungkan misteri kehidupan.