Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus (07 Juni 2015)
Pada hari pertama Hari Raya Roti Tidak Beragi, pada waktu orang menyembelih domba Paskah, murid-murid berkata kepada Yesus, “Ke tempat mana Engkau kehendaki kami pergi untuk mempersiapkan perjamuan Paskah bagi-Mu?” Lalu Yesus menyuruh dua orang murid-Nya dengan pesan, “Pergilah ke kota! Di sana kamu akan bertemu dengan seorang yang membawa kendi berisi air. Ikutilah dia, dan katakanlah kepada pemilik rumah yang dimasukinya: Guru berpesan, ‘Di manakah ruangan yang disediakan bagi-Ku untuk makan Paskah bersama dengan murid-murid-Ku? Lalu orang itu akan menunjukkan kepadamu sebuah ruangan yang besar, yang sudah lengkap dan tersedia. Di situlah kamu harus mempersiapkan perjamuan Paskah untuk kita!’” Maka berangkatlah kedua murid itu. Setibanya di kota, mereka dapati semua seperti yang dikatakan Yesus kepada mereka. Lalu mereka mempersiapkan Paskah. Ketika Yesus dan murid-murid-Nya sedang makan, Yesus mengambil roti, mengucap berkat, membagi-bagi roti itu lalu memberikannya kepada para murid, seraya berkata “Ambillah, inilah Tubuh-Ku!” Sesudah itu Ia mengambil cawan, mengucap syukur, lalu memberikannya kepada para murid, dan mereka semua minum dari cawan itu. Dan Yesus berkata kepada mereka, “Inilah Darah-Ku, darah perjanjian yang ditumpahkan bagi banyak orang. Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya Aku tidak lagi akan minum hasil pokok anggur sampai pada hari Aku meminumnya yang baru, yaitu dalam Kerajaan Allah.” Sesudah menyanyikan lagu pujian, pergilah mereka ke Bukit Zaitun.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Seringkali, kalau saya mengikuti sebuah acara, si pembawa acara berkata, “Akhirnya, tibalah bagi kita saat yang ditunggu-tunggu, yaitu makan.” Atau, “Sampailah kita pada acara puncak, yaitu makan!” Saya tidak tahu apakah ungkapan tersebut hanyalah guyonan atau serius; yang jelas setelah selesai makan (tanpa harus ditutup oleh pembawa acara) sudah banyak orang langsung pulang. Itu sebabnya acara makan benar-benar menjadi acara puncak.
Demikian pula dengan perjamuan makan yang diadakan oleh Yesus dan murid-murid-Nya. Acara perjamuan makan itu benar-benar menjadi acara puncak kebersamaan Yesus dan para murid-Nya. Setelah itu Yesus harus menderita dan akhirnya wafat di salib, sedangkan para murid lari meninggalkan-Nya dan tercerai-berai.
Perjamuan makan yang diadakan oeh Yesus bersama dengan para murid-Nya bukanlah perjamuan makan biasa. Perjamuan tersebut menjadi kesempatan bagi Yesus untuk menggenapi seluruh karya-Nya di dunia, yaitu menyerahkan diri-Nya secara total untuk manusia. “Inilah Tubuh-Ku” dan “Inilah Darah-Ku” menjadi ungkapan puncak dari kasih Yesus kepada para murid-Nya dan manusia. Seakan Yesus mau menggenapi apa yang pernah disabdakan-Nya, “Tak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang sahabat yang rela menyerahkan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya.”
Apa pemberian tertinggi dari manusia selain nyawanya? Selain tubuh dan darahnya? Tidak ada pemberian tertinggi dari manusia selain memberikan hidupnya sendiri. Itulah yang dilakukan Yesus kepada kita semua: Ia memberikan Tubuh dan Darah-Nya bagi kita sebagai makanan dan minuman. Dengan memberikan Tubuh dan Darah-Nya bagi kita, Yesus tidak ingin manusia “kelaparan”. Dia ingin manusia tetap hidup, kuat dan semangat.
Hingga saat ini, Yesus masih terus menyerahkan Tubuh dan Darah-Nya bagi kita, yang senantiasa kita terima dalam perayaan Ekaristi. Tubuh dan Darah Yesus yang boleh kita santap telah menjadi makanan dan minuman rohani kita, sehingga kita tidak lagi merasa lapar. Dengan menyantap Tubuh dan Darah Yesus, kita bersatu dengan-Nya, sehingga kita tidak akan tercerai-berai.
Tampaknya, Gereja mencoba untuk menyadarkan kembali umat beriman akan besarnya cinta kasih Tuhan kepada umat-Nya dengan merayakan hari raya Tubuh dan Darah Kristus. Hari raya ini rutin dirayakan setiap tahun dan selalu ditempatkan setelah Masa Paskah supaya penghayatan umat akan sengsara dan wafat Yesus semakin diteguhkan dan diyakinkan bahwa pengorbanan diri Yesus bagi manusia benar-benar telah dilakukan-Nya dan nyata.
Mungkin yang bisa kita refleksikan untuk kita saat ini adalah semangat pengorbanan. Dunia kita saat ini kurang mengajarkan semangat pengorbanan, terutama berkorban untuk sesama. Jangankan berkorban nyawa atau hidup, berkorban untuk menyisihkan penghasilannya untuk sesama yang miskin saja, sulit sekali. Itulah sebabnya dunia kita saat ini tidak mengenal kasih, sehingga ungkapan “Inilah Tubuhku dan Darahku” jarang kita dengar. Yang ada ialah “Inilah milikku dan bukan milikmu!”
Allah Bapa kami yang maha pengasih dan penyayang, Engkau tak henti-hentinya memperkuat Gereja dengan santapan tubuh dan darah Putra-Mu. Semoga kami selalu memperoleh kekuatan baru setiap kali kami menyambut Tubuh dan Darah Putra-Mu Yesus Kristus, Tuhan kami yang hidup dan bertakhta bersama Bapa dalam persatuan Roh Kudus, kini dan sepanjang segala masa. Amin.