“Mereka mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat.”(07 September 2015)
Pada suatu hari Sabat Yesus masuk ke rumah ibadat, lalu mengajar. Di situ ada seorang yang mati tangan kanannya. Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus, kalau-kalau Ia menyembuhkan orang pada hari Sabat, agar mereka mendapat alasan untuk menyalahkan Dia. Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka. Ia berkata kepada orang yang mati tangan kanannya, “Bangunlah dan berdirilah di tengah!” Maka bangunlah orang itu dan berdiri di tengah. Lalu Yesus berkata kepada mereka, “Aku bertanya kepada kalian: Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan orang atau membinasakannya?” Sesudah itu Ia memandang keliling kepada mereka semua, lalu berkata kepada orang sakit itu, “Ulurkanlah tanganmu!” Orang itu mengulurkan tangannya dan sembuhlah ia. Maka meluaplah amarah ahli-ahli Taurat dan orang Farisi. Lalu mereka berunding, apakah yang akan mereka lakukan terhadap Yesus.
Demikianlah Injil Tuhan
U. Terpujilah Kristus.
Renungan
“Tidak ada manusia hidup seorang diri,” kata sebuah pepatah. Kalau diperdalam, bisa dikatakan bahwa setiap orang membutuhkan kehadiran orang lain. Setiap orang selalu punya kebutuhan, tetapi tidak setiap orang selalu membutuhkan orang lain. Karena itu, sikap kita terhadap orang sekitar selalu dipengaruhi oleh kebutuhan. Ketika butuh, tingkat keramahan, kepedulian, dan kerendahan hati meningkat. Kalau tidak butuh, semuanya berjalan biasa-biasa saja.
Misalnya, lihatlah orang-orang yang ada di tempat umum. Apakah saling perhatian? Kalau terlalu umum, mari kita lihat kelompok kerja, belajar, kor, atau keluarga kita. Tidak jarang kalau sudah pegang gadget atau remote TV, dunia seperti milik sendiri. Kita tersinggung ketika orang melihat TV tetapi tidak sedetik pun menoleh kepada kita. Kita tersinggung ketika orang asyik tersenyum dan tertawa dengan gadgetnya tetapi tidak pernah tersenyum dengan kita yang ada di depannya. Salahkah? Tidak. Melanggar hukumkah? Tidak. Berarti, hidup bukanlah melulu perkara benar atau salah, melanggar hukum atau tidak, tetapi kita harus melihat sisi kepantasannya.
Pantaskah memperlakukan yang biasa saja, jika kita bisa berbuat lebih atau yang terbaik? Seniman Jerman J.W. von Goethe mengatakan, “Bila kita memperlakukan orang sebagaimana apa adanya, kita membuatnya lebih buruk daripada siapa dirinya; bila kita memperlakukannya seolah ia sudah mencapai potensinya, kita membuatnya menjadi siapa ia seharusnya.” Perlakuan yang pantas dan lebih terhadap seseorang akan membuat ia menjadi dirinya yang seharusnya dan ia pantas untuk itu.
Yesus memperlakukan kita bukan sebagai pendosa atau orang lemah, meskipun kita pendosa dan lemah. Yesus tidak memperlakukan kita sesuai aturan hukum meskipun kita pantas dihukum, tetapi Ia memperlakukan kita sebagai orang yang pantas ditolong, diselamatkan dan mendapatkan perlakuan yang pantas. Inilah bukti cinta-Nya, jaminan bagi orang beriman dan pengharapan bagi semua orang beriman.
Di mata Tuhan, kita adalah segalanya. Benda dan aturan hanyalah sarana. Semoga Tuhan juga adalah segalanya bagi kita.
Allah Bapa Mahakuasa dan kekal, berilah kami pengertian mengenai misteri-Mu dan penuhilah kami dengan Roh-Mu, agar dapat membicarakan dengan teman dan sesama belas kasih dan kasih setia-Mu, yang Kaugunakan untuk menghadapi kami. Dengan pengantaraan Yesus Kristus, Putra-Mu, Tuhan kami, yang bersama Dikau dalam persatuan Roh Kudus, hidup dan berkuasa, Allah, sepanjang segala masa. Amin.