“Tidak mengenal Kitab Suci berarti tidak mengenal Kristus.” -St. Hieronimus-
Mengikuti anjuran KV II ini, Gereja Katolik Indonesia mulai “meninggalkan” terjemahan Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru yang merupakan hasil kerja keras para ahli Katolik, dan memulai kerja sama dengan Lembaga Alkitab Indonesia (LAI). Dengan demikian, mulailah pemakaian KS terjemahan bersama, yang merupakan terjemahan resmi yang diakui baik oleh Gereja Katolik maupun Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Yang membedakan hanyalah Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diakui termasuk dalam Kitab Suci oleh Gereja Katolik namun tidak diakui oleh Gereja-gereja Protestan.
Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat Katolik Indonesia belum mengenalnya, dan belum mulai membacanya. Mengingat hal itu, LBI, yang merupakan Lembaga dari Kantor Waligereja Indonesia (KWI) untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan Kitab Suci kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca Kitab Suci. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI mengusulkan dan mendorong agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar Kitab Suci di hr Minggu tertentu.
LBI telah dua kali mencobanya. Pada tahun 1975 dalam rangka menyambut terbitnya Alkitab lengkap ekumenis, LBI menyarankan agar setiap paroki mengadakan Misa Syukur pada bulan Agustus. Bahan-bahan liturgi dan saran-saran kegiatan yang dapat dilakukan beberapa bulan sebelumnya dikirimkan ke semua keuskupan. Percobaan kedua dilakukan pada tahun 1976. Akhir Mei 1976 dikirimkan bahan-bahan langsung kepada pastor-pastor paroki untuk Hari Minggu Kitab Suci tanggal 24/25 Juli 1976, ditambah lampiran contoh pendalaman, leaflet, tawaran bahan diskusi, dan lain-lain.