Hidup Selibat di Masa Kini: Masihkah Relevan?**
Selibat adalah sebuah bentuk panggilan hidup. Dalam konteks ini selibat memiliki makna penyerahan hidup, pembaktian hidup yang murni dan total kepada Tuhan demi Kerajaan Allah. Pembaktian hidup yang murni dan total terwujud dalam hidup tidak menikah demi Kerajaan Allah. Hal tersebut menegaskan pada makna Kanon 599 yang berbunyi: “Nasihat Injili kemurnian yang diterima demi Kerajaan Allah, yang menjadi tanda dunia yang akan datang dan merupakan sumber kesuburan melimpah dalam hati yang tak terbagi, membawa serta kewajiban bertarak sempurna dalam selibat”. Apakah selibat masih relevan? Dg kata lain apakah panggilan hidup membiara atau panggilan hidup mjd imam di zaman ini masih memiliki daya tarik bagi kaum muda?
Tentang hidup selibat, tantangan pertama datang dari kebudayaan hedonisme yang menceraikan seksualitas dari norma moral obyektif, yang menempatkan seksualitas sebagai kesenangan atau kenikmatan semata-mata tanpa melihat aspek rohaninya. Hidup selibat di zaman sekarang justru memiliki sifat profetis bagi kebudayaan hedonisme. Hidup selibat menyajikan kepada masyarakat zaman sekarang bahwa teladan hidup murni demi Kerajaan Allah menampakkan: (1) keseimbangan dan penguasaan diri, (2) bentuk solidaritas bagi orang yang terpinggirkan, (3) kematangan psikologis dan afektif.
Maka di zaman sekarang, hidup selibat menjadi kesaksian tunggal kehadiran Allah di dunia yang dibelenggu oleh kenikmatan seksual (bdk. PC, 12; VC, 88). Oleh karena itu, kehidupan selibat (kemurnian) yang diperuntukkan bagi Allah, tetap relevan dan memiliki daya tarik bagi kaum muda yang mendambakan kebebasan hati untuk mengabdi kepada Allah dan sesama manusia secara total dan utuh.
**artikel lengkap, silakan kunjungi katolisitas.org